Kemudian Aku Pergi.
- Vania Larasati
- Mar 18, 2020
- 1 min read
Updated: May 1, 2024

Kemudian kamu tertawa, bersama ilalang dan putri malu terbahak bahak, Aku tersinggung sebelum malu, Ternyata Kamu dan serdadu semut sudah tau, Bahwa kemarin saat memandang laut tenang, aku dan penyu sama sama terbayang siput jika berenang.
Kemudian kamu diam, hening bersama awan awan yang mengambang, Aku kesepian, Teman kecilmu berhenti melangkah, Memungut rintik sedihmu untuk dibawanya kerumah, Ternyata ada yang mengadu, Bahwa aku dan debu tiba tiba telah bercumbu di atas desir memori sebab-akibat.
Kemudian kamu bersedih, bersama angin yang berhembus sejajar dengan rambutmu, Arus sungai melangkah ragu, riciknya lirih, Aku telah mati sama sama dengan kerlip kunang selepas subuh, Ikan ikan ikut larut dalam dukamu yang memanjang, Seisi rawa dan kawanan rimba berduka, kamu juga, Kamu, debu, dan daun rapuh menguburku, Semesta menghiburku bersama dandelion yang menyusulku.
Kemudian kamu habis ditebas rindu tak berujung, Diantara ilalang tinggi yang menertawaiku tadi kamu tenggelam, Kemudian kamu tidur memeluk bumi, Atau kamu memelukku. Di antara rumah semut dan akar ilalang, di bawah debu, daun rapuh, dan dandelion segenggam. Ada batas yang tak bisa aku dan kamu lewati, Atau kita yang melampaui kertas.
Kamu berbisik bersama angin kepada semut supaya berkelana mengantar doa, Aku dan seisi bumi mendengar, nafas semut yang terenggah membawa ucapan bibirmu yang bergetar lemah. Rupanya kamu tengah menengadah tepat diatasku, bersama kerikil dan kayu basah, Meniupkan harap bersama sesal yang tega kau titipkan kepada penghuni rawa.
Komentáře